Banyumas (Antaranews Jateng) - Pemerintah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, akan menjadikan Situs Batu Guling di Desa Datar sebagai salah satu destinasi wisata religi, kata Kepala Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas Asis Kusumandani.

"Situs Batu Guling merupakan salah satu benda cagar budaya di Kabupaten Banyumas yang banyak dikunjungi peziarah. Oleh karena itu, kami berencana menjadikannya sebagai salah satu destinasi wisata religi," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Sabtu.

Ia mengatakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mewujudkan hal itu, pihaknya akan memberikan pendampingan kepada warga Desa Datar, Kecamatan Sumbang, dalam membentuk kelompok sadar wisata.

Kendati demikian, dia mengharapkan keberadaan batu-batuan yang ada di Situs Batu Guling tetap dijaga agar tidak rusak atau hilang.

"Hal itu disebabkan Situs Batu Guling telah menjadi cagar budaya sehingga keberadaannya harus dilestarikan," tegasnya.
Kepala Urusan Pemerintahan Desa Datar Aris Tri Murjoko menunjukkan batuan di Situs Batu Guling, Desa Datar, Kecamatan Sumbang, Banyumas. (Foto: Sumarwoto)

 Dalam kesempatan terpisah, Kepala Urusan Pemerintahan Desa Datar Aris Tri Murjoko mengatakan pihaknya tidak mengetahui secara pasti sejarah Situs Batu Guling yang diperkirakan telah berusia ratusan tahun.

 Menurut dia, ada beberapa kisah yang berkembang di masyarakat terkait dengan keberadaan Situs Batu Guling, salah satunya batu-batuan tersebut berasal dari daerah pegunungan yang terguling hingga akhirnya berhenti di tempat yang datar.

Oleh karena itu, daerah tempat berhentinya batu tersebut disebut dengan Desa Datar, sedangkan batunya dikenal dengan Batu Guling.

"Dulu banyak sekali orang dari luar daerah maupun warga sekitar yang berziarah ke sini. Pada tahun 2009, Situs Batu Guling ini diberi pagar karena telah menjadi benda cagar budaya dan lokasi di sekitarnya direnovasi sehingga tampak lebih terang," katanya.

Ia mengatakan sejak saat itu, hanya orang-orang tertentu yang datang berziarah di Situs Batu Guling.

Menurut dia, Situs Batu Guling memiliki keunikan berupa genangan air pada cekungan di salah satu batu yang tidak pernah kering meskipun sedang berlangsung musim kemarau.

"Bagi orang yang percaya, air tersebut konon bisa menyembuhkan anak-anak yang sakit. Kebetulan almarhum kakek saya pernah menjadi juru kunci situs ini," katanya.
Kepala Urusan Pemerintahan Desa Datar Aris Tri Murjoko menunjukkan cekungan berisi air pada salah satu batu yang terdapat di Situs Batu Guling. Konon air tersebut tidak pernah kering meskipun sedang musim kemarau. (Foto: Sumarwoto) 

Sementara itu, Sekretaris Desa Datar Januar Ahmad mengatakan dari sekian banyak cerita tentang Situs Batu Guling, salah satunya berkaitan dengan sejarah penyebaran agama Islam oleh Syeh Maulana Maghribi.

 Dalam hal ini, kata dia, masyarakat meyakini bahwa batu-batuan Situs Batu Guling merupakan peninggalan Syeh Maulana Maghribi yang singgah di Desa Datar.
 
"Kami menduga batu yang mirip lumpang ini merupakan tempat menampung air yang digunakan untuk berwudu. Apalagi tempat ini dekat sungai dan memiliki kemiripan dengan beberapa situs lainnya di Sumbang dan Baturraden yang konon merupakan peninggalan Syeh Maulana Maghribi," katanya.
Batu berbentuk lumpang di Situs Batu Guling, Desa Datar, Kecamatan Sumbang, Banyumas. (Foto: Sumarwoto)

 Berdasarkan hasil penelitian yang dipublikasikan pada laman 
dinporabudpar.banyumaskab.go.id, Situs Batu Guling merupakan tempat pemujaan arwah nenek moyang pada zaman prasejarah.

Pada awalnya situs tersebut merupakan punden berundak yang berorientasi ke arah utara-selatan mengarah ke Gunung Slamet dan diyakini sebagai tempat bersemayamnya para arwah nenek moyang. 

 Akan tetapi karena pengaruh alam dan ketidaktahuan masyarakat setempat, teras pertama dan kedua sudah tidak ada dan langsung menuju teras ketiga.

Peninggalan yang terdapat pada Situs Batu Guling di antaranya batu menhir sebanyak dua buah, masing-masing berukuran tinggi 137 centimeter dengan garis tengah 42 centimeter.
 
Selain itu, batu lumpang yang pecah dan hilang seperlima bagian sebanyak satu buah dengan ukuran tinggi 25 centimeter, garis tengah 46 centimeter, dan tebal 4 centimeter, sedangkan luas situs secara keseluruhan 20 meter persegi dengan ukuran panjang 5 meter dan lebar 4 meter.